Saint Lucia Racer, Spesies Ular Terlangka di Dunia

Saint Lucia racer pernah ditetapkan sebagai spesies hewan yang telah punah pada tahun 1936 lalu.


     Konservasionis berhasil menemukan spesies ular terlangka di dunia. Ular tersebut, Saint Lucia racer (Leimadophis ornatus), tinggal di Saint Lucia, sebuah negara kecil di kawasan Karibia. Dari penelitian yang berlangsung selama lima bulan, diketahui bahwa ular kecil tak berbisa itu hanya tersisa 18 ekor saja.

   Sebelum ini, racer merupakan ular yang banyak ditemui di Saint Lucia. Namun, populasinya anjlok setelah mongoose (Herpestidae), spesies hewan karnivora didatangkan ke kawasan itu dari India di akhir abad ke 19. Setelah kehadiran predator tersebut, Saint Lucia racer hanya bisa ditemui di sebuah pulau kecil seluas 12 hektar yang tidak dihuni oleh mongoose.

     Saint Lucia racer pernah ditetapkan sebagai spesies hewan yang telah punah pada tahun 1936 lalu. Namun pada tahun 1973, seekor racer berhasil ditemukan di Maria Islands Nature Reserve.

     Sayangnya sejak itu, penampakan Saint Lucia racer sangat jarang. Hingga membuat para konservasionis menganggap bahwa ular tak berbahaya tersebut telah musnah selamanya.

     Para konservasionis tak putus asa. Di penghujung tahun 2011, sebuah tim dibentuk untuk menelusuri apakah spesies Saint Lucia racer masih bertahan atau tidak. Memanfaatkan kucuran dana dari Balcombe Trust, Disney Worldwide Conservation Fund dan US Fish & Wildlive Service, mereka mulai menyisir pulau kecil berbatu itu.

     Akhirnya, 11 ekor racer ditemukan. Mereka kemudian dipasangi microchip lalu dilepas. Setelah analisis data terhadap 11 ekor racer yang ditemukan, para peneliti berhasil mengetahui bahwa secara total ada 18 ekor Saint Lucia racer yang masih hidup. Meski menggunakan metode penghitungan lain, populasi hewan itu diperkirakan mendekati 100 ekor.

     Untuk itu, Saint Lucia racer meraih predikat hewan terlangka di dunia. Dengan kawasan sebesar 12 hektar, cakupan distribusi hewan ini juga merupakan yang terkecil untuk ukuran kawasan populasi ular manapun.

     �Kami telah berkomitmen untuk mempelajari spesies paling terancam punah ini selama 30 tahun terakhir,� kata Matthew Morton, Eastern Caribbean Programme Manager, Durrell Wildlife Conservation Trust, yang melakukan penelitian. �Kami gembira dapat mengonfirmasikan bahwa populasi racer masih ada, apalagi mengingat kita sempat nyaris kehilangan spesies ini selama-lamanya,� ucapnya.

     Sebelum ini, predikat ular terlangka di dunia dipegang oleh ular Antiguan racer. Di tahun 1995, spesies racer ini hanya tersisa 50 ekor saja. Namun, setelah upaya konservasi digelar oleh Antiguan Racer Conservation Project selama 17 tahun terakhir, racer tersebut kini telah mencapai 900 ekor.


     Keberhasilan penyelamatan spesies hewan tersebut didapat dengan cara membangun pemahaman dan rasa bangga pada warga setempat terhadap ular. Juga dengan mengusir mongoose pendatang serta tikus-tikus yang memangsanya.

     Strategi ini tengah dipelajari oleh tim konservasi Saint Lucia untuk menentukan apakah Saint Lucia racer bisa diselamatkan menggunakan pendekatan serupa. Tapi sampai saatnya tiba, populasi kecil yang hanya bisa ditemukan di pulau sempit itu tetap berada dalam ancaman kepunahan.

     �Kita punya empat spesies ular unik yang hanya ada di Saint Lucia,� kata Alwin Dornelly, Wildlife Officer, Saint Lucia Forestry Department. �Salah satunya sangat langka. Kami harus memastikan bahwa kita melakukan cara apapun untuk menyelamatkan spesies penting ini dari kepunahan,� ucapnya.

     Bisnu Tulsie, Direktur dari Saint Lucia National Trust menyatakan, pihaknya gembira mendengar konfirmasi atas keberadaan Saint Lucia racer. Akan diadakan juga kolaborasi dengan rekanan mereka untuk mengimplementasikan langkah-langkah peningkatan peluang selamatnya ular tersebut.

     �Puluhan bahkan ratusan hewan India Barat telah punah karena manusia secara ceroboh telah melepaskan spesies hewan berbahaya di berbagai belahan dunia lainnya, dan kita tidak bisa membiarkan Saint Lucia racer, ular tak berbahaya ini menjadi korban berikutnya,� kata Jenny Daltry, Senior Conservation Biologist dari Fauna & Flora International.

Previous
Next Post »